Klaim PPK Berbanding Terbalik dengan Fakta Lapangan: Pengerjaan Proyek MAN 1 Lubuklinggau Dinilai Janggal

 

LUBUKLINGGAU, idjiurnal.my.id - Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kota Lubuklinggau senilai Rp3.347.364.000,- dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 kini berada di ambang krisis kualitas. Proyek super singkat 50 Hari Kalender yang dikerjakan CV. Daya Guna Arta ini terindikasi kuat mengabaikan spesifikasi teknis mendasar, mempertaruhkan keselamatan siswa dan guru di masa depan.


I. Pelanggaran Mendasar: Kualitas Beton Dibawah Ancaman ,Pantauan di lokasi proyek menemukan kejanggalan serius pada proses pengecoran pondasi dan tiang:


Cor ‘Asal-Asalan’: Proses pengecoran menggunakan mesin molen manual dengan material (pasir dan split) yang dimasukkan langsung menggunakan sekop dari tumpukan. Ini jelas melanggar standar konstruksi yang mewajibkan takaran terukur (job mix formula) untuk memastikan mutu beton yang disyaratkan (K175 hingga K250) tercapai.


M. Rais, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, membela diri. Ia mengklaim mutu beton sudah diuji dan aman, bahkan penggunaan besi tulangan (16 ulir) sudah melebihi instruksi dari pusat (13 ulir) sebagai antisipasi untuk bangunan dua lantai.


“Kalau mengenai adukan sesuai dengan aturan dan dari konsultan teknis nya dalam 1 molen, itu harus 1 sak semen, 2 pasir, 3 split, 1 kali ngaduk,” klaim PPK.


Namun, pengakuan PPK selanjutnya yang melimpahkan tanggung jawab adukan ‘tanpa ukuran’ di lapangan kepada Konsultan Pengawas, Pak Rizal, semakin memperkuat dugaan adanya kelalaian pengawasan mutu yang serius.


II. Pelanggaran Fatal: Waktu Pengeringan (Curing Time) Ditiadakan ,Aspek paling kritis yang ditemukan adalah terkait pengeringan beton (curing time): Klaim PPK: Mengakui standar minimal pengeringan adalah 21 hari, atau 14 hari jika menggunakan bahan pengeras.


Fakta Lapangan: Cor tapak tiang (pondasi) terlihat langsung ditimbun oleh tanah tanpa melalui proses pengeringan yang memadai.


Tindakan menimbun beton yang belum matang adalah pelanggaran fatal. Hal ini mencegah hidrasi sempurna, menyebabkan kuat tekan beton menurun drastis, dan berisiko menimbulkan retak struktural atau kegagalan daya dukung pondasi.


 
III. Keselamatan Kerja (K3) Dikesampingkan


Selain masalah mutu struktural, standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga diabaikan. Mayoritas pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), padahal PPK mengklaim telah menyampaikan kewajiban K3 dan BPJS kepada pihak penyedia.


“Kalau terjadi apa-apa artinya tanggung jawab penyediah,” ujar PPK, menanggapi potensi risiko kerja.


Kontradiksi antara klaim jaminan kualitas (K250, besi besar) dan janji akan melakukan pengeboran jika ada laporan, berbanding terbalik dengan fakta pengerjaan yang serampangan di lapangan. Semua ini menguatkan dugaan bahwa mutu struktural telah dikorbankan demi mengejar progres 17,6% dalam deadline 50 hari yang tak realistis.


Catatan : Desakan Audit Pemerintah dan lembaga audit (BPK, Inspektorat Jenderal) didesak segera melakukan uji coring (pengeboran sampel beton) untuk membuktikan mutu material bangunan ini. Dana APBN miliaran rupiah yang seharusnya menjamin kualitas pendidikan tidak boleh diakhiri dengan bangunan yang rentan roboh.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama